Sebuah Komitmen
Dear Wanita yang akan menjadi Istriku InshaAllah,
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Izinkan pada sebuah catatan kecil ini aku menuliskan sebuah ungkapan bahagia yang ada dan memuncak pada hari ini. 12 Juni 2022, sebuah mimpi yang akhirnya aku wujudkan. Sebuah mimpi seorang manusia biasa, yaitu lamaran, Terlepas dari proses yang kita lalui, aku yakin kita sama-sama menyetujui bahwa hari ini adalah hari yang diimpkan dan hari yang membahagiakan. Alhamdulillah ala kulli hal, keluarga kita dipertemukan hari ini. Aku melihat banyak raut wajah bahagia yang muncul dari wajah-wajah yang kelak aku ingin bahagiakan dari silaturahmi sederhana hari ini.
Kebahagiaan hari ini juga muncul akibat sebuah rasa khidmat yang aku rasakan. Dalam keterbatasan ilmu aku, sebuah masukkan yang sangat bermanfaat untuk kita kelak gunakan dalam membina rumah tangga. Salah satu poin yang aku juga sudah sampaikan adalah bagaimana kelak kita menyikapi ini. Tanpa mengurangi rasa keinginan untuk berbagi betapa bahagianya aku hari ini, yang tentu akan lebih bahagia jika aku bisa dengan bebas menceritakannya, mari kita bahas mengenai masa depan dari masa saat ini. Isi tausiyah yang ada dengan sangat gamblang menjelaskan mengenai tidak adanya perubahan batasan secara syariat ketika kita sudah tunangan. Sebuah batasan tersebut kelak aku ingin perjelas dalam surat ini dengan sedikit Mukadimah yang aku ingin jabarkan terlebih dahulu.
Sebuah rasa takjub yang aku dapatkan dari dirimu dalam beberapa minggu terakhir komunikasi yang lebih intens terjadi diantara kita. Takjub disini muncul ketika aku melihat bagaimana efek dari Umrah terhadap sifat keibuan kamu. Kemudian, bagaimana (just by chance or not) kamu akhirnya bisa memuas hati bu Heni. Dan bagaimana semua keluarga aku senang ketika akhirnya bertemu dan bersenda gurau dengan mu. Aku tidak tahu apa yang kalian bicarakan, tapi aku senang melihat respon mereka yang positif, Barakallah. Rasa Takjub ini aku rasa juga muncul karena ada sebuah gap komunikasi yang terjadi diantara kita berdua yang diimbangi dengan perkembangan kamu. Aku, yang bukan dalam taraf pantas menjadi penilai, melihat hal ini sebagai sebuah tantangan untuk diri aku sendiri (yang kelak akan menjadi seorang imam) untuk berkembang lebih cepat.
Aku melihat, rupanya sekali lagi Allah membuktikan kepada kita bahwa cara yang ia pilihkan yaitu fokus pada pengembangan diri, dan melalui taa'ruf dengan cara yang baik merupakan metode dengan hasil yang terbaik. Atau yang dalam bahasa sederhananya, kita sepertinya dimasukkan kedalam sebuah wadah masing-masing untuk berkembang menjadi versi terbaik dari diri kita sendiri. Dan aku ingin meneruskan hal tersebut.
150 hari lagi komitmen yang pada siang ini terucap harus terus terjaga, hingga akhirnya digantikan dengan komitmen lain antara aku dengan Papah. Sebuah waktu yang lama yang kamu juga sudah tau dari yang aku bahas. Pada surat ini aku ingin sedikit menanamkan suatu hal pada diri kita, terutama pada diri sendiri.
Iklaskan niat, ketika semua hal dilakukan lillah dan bukan untuk berharap mendapatkan sesuatu inshaAllah apapun hasilnya akan dapat diterima.
Percaya Diri, Duhai Wanita. juga Alief, untuk kemudian kita berada dalam tahap ini itu telah melalui berbagai banyak hal sulit. Diri kita pantas untuk mendapatkan apa yang memang ditakdirkan atas usaha tersebut. Duhai Wanita, apa yang aku lihat hari ini telah membuktikan bahwa kamu bisa melakukan berbagai hal yang kamu mau. Batasan terbesar itu hanyalah diri kamu sendiri.
Berjuanglah untuk saat itu. karena dengan inilah kelak apa yang kita inginkan dapat terwujud.
Terakhir, aku hanya bisa mengucapkan terimakasih atas kesempatan yang sudah diberikan. Teruskan perjuangan mu duhai Wanita, teruslah menginspirasi. Tetap semangat dan tetap istiqamah pada jalur kita masing-masing hingga inshaAllah kita bertemu di Matamori 150 hari lagi untuk kemudian dapat berlayar dan berjuang bersama,
Bismillahirahmanirahim
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
NP: Sampa jumpa di meetgroup:)))